BANDUNG, TINTAHIJAU.com — Ribuan pekerja dan pelaku usaha di sektor pariwisata Jawa Barat menggelar aksi demonstrasi besar-besaran di depan kantor Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi di Gedung Sate, Jalan Diponegoro, Kota Bandung, Senin (21/7). Aksi ini merupakan bentuk protes terhadap kebijakan larangan kegiatan study tour oleh pemerintah provinsi yang dinilai telah melumpuhkan pendapatan para pelaku usaha pariwisata.
Dengan menggunakan puluhan bus pariwisata, para peserta demo memadati kawasan Gedung Sate sejak pagi. Suasana aksi diwarnai bunyi klakson telolet dari bus yang mereka tumpangi, sebagai simbol protes. Jalan Diponegoro pun sempat ditutup sementara untuk mendukung kelancaran aksi. Sejumlah aparat kepolisian tampak berjaga ketat mengamankan lokasi.
Koordinator aksi, Herdi Sudardja, menyatakan bahwa tuntutan para peserta aksi hanya satu: mencabut larangan study tour sekolah dari dan ke luar wilayah Jawa Barat. Ia menegaskan bahwa kebijakan tersebut telah berdampak besar terhadap kelangsungan hidup ribuan pekerja di sektor pariwisata.
“Tuntutan kita itu hanya satu, cabut larangan kegiatan study tour sekolah. Ini menyangkut keberlangsungan hidup ribuan orang di sektor ini,” tegas Herdi.
Ia menjelaskan, aksi ini diikuti oleh berbagai elemen usaha pariwisata, termasuk sopir dan karyawan transportasi, agen perjalanan, hingga pelaku UMKM yang bergantung pada aktivitas wisata pendidikan.
Menurut Herdi, upaya dialog sebenarnya telah dilakukan sejak Mei 2025, termasuk dengan mengirimkan surat resmi kepada Gubernur Jabar. Namun, hingga kini belum ada tanggapan. Ia juga menuding Gubernur Dedi Mulyadi pilih kasih dalam menentukan pihak yang ingin diajak berdialog.
“Gubernur seperti hanya ingin bertemu dengan kelompok tertentu. Kami yang bergelut di sektor pariwisata tidak pernah diberi ruang untuk menyampaikan aspirasi,” ujarnya.
Herdi menambahkan, aksi ini baru diikuti sekitar 10 persen dari total 13.000 pekerja sektor pariwisata di Jawa Barat, baik formal maupun informal. Ia mengancam akan menggelar aksi yang lebih besar jika pemerintah tidak segera merespons tuntutan mereka.
Salah satu peserta aksi, Slamet (37), sopir bus pariwisata dari perusahaan Bukit Jaya, mengaku sejak larangan study tour diberlakukan, penghasilannya anjlok drastis. Dulu, ia bisa mengantar rombongan hingga 12 kali dalam sebulan. Kini, ia harus bekerja serabutan sebagai sopir truk.
“Dulu seminggu bisa tiga kali berangkat, sebulan bisa Rp 4 juta. Sekarang, sejuta pun susah,” keluh Slamet.
Herdi menegaskan bahwa kebijakan Gubernur tidak memberikan solusi alternatif bagi sektor pariwisata yang terdampak. Padahal, selama masa pandemi, pemerintah masih memberikan bantuan. Namun dalam situasi saat ini, tidak ada kebijakan kompensasi yang berpihak kepada pelaku usaha wisata.
“Harus diingat, menu utama pariwisata Jawa Barat itu study tour anak sekolah, bukan wisatawan asing seperti di Bali. Ini realitas yang tak bisa dibantah,” tutupnya.
Berita Olahraga
News
Berita Terkini
Berita Terbaru
Berita Teknologi
Seputar Teknologi
Drama Korea
Resep Masakan
Pendidikan
Berita Terbaru
Berita Terbaru
Download Film